Pengertian Globalisasi
Kita sudah sering sekali mendengar tentang Globalisasi, tetapi apa si pengertian Globalisasi itu? Nah globalisasi itu berasal dari kata global, dalam Ramus Umum Bahasa Indonesia berarti secara keseluruhan. Juga berarti suatu proses yang dapat mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga akan tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Dalam keadaan global, apa saja dapat masuk sehingga sangat sulit untuk disaring atau dikontrol. Terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, makna globalisasi berdimensi luas dan kompleks, yaitu bagaimana suatu negara yang memiliki batas-batas territorial dan kedaulatan tidak berdaya untuk menepis masuknya informasi, komunikasi, dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar perbatasan.
Globalisasi dalam arti literal ialah sebuah perubahan sosial, berupa bertambahnya keterkaitan di antara masyarakat dan elemen-elemennya yang terjadi akibat transkulturasi dan perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional.
Para ahli memiliki pendapat yang beragam berkaitan dengan konsep globalisasi, diantaranya:
a. Malcolm Waters
Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografi pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang.
b. Emmanuel Ritcher
Globalisasi adalah jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.
c. Thomas L. Friedman
Globalisasi memiliki dimensi ideologi dan teknologi. Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.
d. Princeton N. Lyman
Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling tergantung dan hubungan antara negara-negara di dunia dalam hal perdagangan dan keuangan.
e. Leonor Briones
Globalisasi bukan hanya dalam bidang perniagaan dan ekonomi namun juga mencakup globalisasi terhadap institusi-institusi demokratis, pembangunan sosial, hak asasi manusia, dan pergerakan wanita.
Fenomena Globalisasi
Fenomena globalisasi yang sedang dihadapi umat manusia sejak abad ke-20 dapat ditandai oleh beberapa hal, di antaranya:
a. Arus etnis yang ditandai dengan mobilitas manusia yang tinggi dalam bentuk imigran, turis, pengungsi, tenaga kerja, dan pendatang yang telah melewati batas territorial negara.
b. Arus teknologi yang ditandai dengan mobilitas teknologi, munculnya multinational corporation dan transnational corporation yang kegiatannya dapat menembus batas-batas negara.
c. Arus keuangan yang ditandai dengan makin tingginya mobilitas modal, investasi, pembelian melalui internet, serta penyimpanan uang di bank asing.
d. Arus media yang ditandai dengan makin kuatnya mobilitas informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik. Berbagai peristiwa di belahan dunia seakan berada di hadapan
kita karena cepatnya informasi.
e. Arus ide yang ditandai dengan makin derasnya nilai baru yang masuk ke suatu negara. Dalam arus ide muncul isu yang telah menjadi bagian dari masyarakat intemasional. Isu ini merupakan isu intemasional yang tidak hanya berlaku di suatu wilayah nasional negara.
Berdasarkan fenomena yang tampak pada globalisasi, dapat dijumpai adanya tanda-tanda yang dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari tentang globalisasi sebagai berikut:
a. Meningkatnya perdagangan global.
b. Meningkatnya aliran modal intemasional, di antaranya investasi langsung luar negeri.
c. Meningkatnya aliran data lintas batas, seperti penggunaan internet, satelit komunikasi, dan telepon.
d. Adanya desakan berbagai pihak untuk mengadili para penjahat perang di Mahkamah Kejahatan Intemasional (International Criminal Court), dan adanya gerakan untuk menyerukan keadilan intemasional.
e. Meningkatnya pertukaran budaya (cultural exchange) intemasional, misalnya melalui ekspor film Hollywood dan Bollywood.
f. Menyebarluasnya paham multikulturalisme dan semakin besarnya akses individu terhadap berbagai macam budaya.
g. Meningkatnya perjalanan dan turisme lintas negara.
h. Berkembangnya infrastruktur telekomunikasi global,
i. Berkembangnya sistem keuangan global.
j. Meningkatnya aktivitas perekonomian dunia yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan multinasional.
k. Meningkatnya peran organisasi intemasional, seperti WTO, WIPO, IMF, yang berurusan dengan transaksi-transaksi intemasional.
Globalisasi
Jumat, 30 Desember 2011
Globalisasi Gerus Nilai-nilai Pancasila
Generasi muda tengah diambang krisis identitas diri sebagai bangsa. Karena itu, pendidikan berbasis karakter bangsa sejatinya harus terus digalakkan di sekolah-sekolah.
Ketua Umum Pengurus Nasional Karang Taruna, Taufan EN Rotorasiko menyatakan, derasnya arus globalisasi perlahan-lahan telah mengikis Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa. Pancasila semakin jarang menjadi denyut nadi kehidupan anak-anak muda di masa sekarang.
“Di era globalisasi semangat Pancasila sangat diperlukan karena didalamnya terdapat jati diri bangsa yang membuat kita berkarakter kuat. Makanya, sangat penting sekolah-sekolah mengajarkan pendidikan berbasis karakter yang menyampaikan Pancasila sebagai nilai di masyarakat,” kata Taufan di Jakarta, Rabu, 1 Juni 2011.
Taufan mengatakan, taruna Indonesia harus disadarkan setiap hari tentang pentingnya aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, lanjutnya, adalah hal yang tepat supaya bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat dan maju di masa yang akan datang.
Dia menambahkan, bangsa yang berkarakter kuat sudah pasti dihormati oleh negara-negara lain di dunia. Dengan begitu, rakyat Indonesia lebih bermartabat dimata dunia internasional. “Jadi, negara yang berkarakter kuat akan memperkokoh posisi kita di mata dunia. Kuatnya posisi negara kita di dunia juga akan menambah kepercayaan diri bangsa,” jelas Taufan.
Menurutnya, kokohnya posisi Indonesia dapat menumbuhkan kepercayaan bangsa lain. Tak ayal, investasi ke Tanah Air bakal naik signifikan. “Masuknya investasi memberikan kontribusi langsung terhadap laju pertumbuhan ekonomi bangsa kita,”
Ketua Umum Pengurus Nasional Karang Taruna, Taufan EN Rotorasiko menyatakan, derasnya arus globalisasi perlahan-lahan telah mengikis Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa. Pancasila semakin jarang menjadi denyut nadi kehidupan anak-anak muda di masa sekarang.
“Di era globalisasi semangat Pancasila sangat diperlukan karena didalamnya terdapat jati diri bangsa yang membuat kita berkarakter kuat. Makanya, sangat penting sekolah-sekolah mengajarkan pendidikan berbasis karakter yang menyampaikan Pancasila sebagai nilai di masyarakat,” kata Taufan di Jakarta, Rabu, 1 Juni 2011.
Taufan mengatakan, taruna Indonesia harus disadarkan setiap hari tentang pentingnya aktualisasi nilai-nilai Pancasila. Gerakan nasional reaktualisasi nilai-nilai Pancasila, lanjutnya, adalah hal yang tepat supaya bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat dan maju di masa yang akan datang.
Dia menambahkan, bangsa yang berkarakter kuat sudah pasti dihormati oleh negara-negara lain di dunia. Dengan begitu, rakyat Indonesia lebih bermartabat dimata dunia internasional. “Jadi, negara yang berkarakter kuat akan memperkokoh posisi kita di mata dunia. Kuatnya posisi negara kita di dunia juga akan menambah kepercayaan diri bangsa,” jelas Taufan.
Menurutnya, kokohnya posisi Indonesia dapat menumbuhkan kepercayaan bangsa lain. Tak ayal, investasi ke Tanah Air bakal naik signifikan. “Masuknya investasi memberikan kontribusi langsung terhadap laju pertumbuhan ekonomi bangsa kita,”
Islam dan Globalisasi (Upaya Membangun Optimisme Umat )
Fenomena kehidupan saat ini menarik untuk dicermati. Realita kehidupan tak ubahnya seperti dunia di dalam rumah; semua sudah tidak mengenal jarak dan waktu. Apa yang terjadi di belahan dunia timur bisa disaksikan dengan cepat oleh penduduk dunia belahan Barat, begitu pula sebaliknya. Tak heran muncul sebuah adagium “dunia ini sudah menjadi desa buana”. Sudah tak ada yang tersimpan. Semua serba transparan.
Fakta tersebut telah menunjukan adanya sebuah bukti bahwa manusia telah menampilkan keberhasilannya dalam bidang sains dan teknologi, terutama dalam mengakses informasi. Dari sini tentu kita akan sepakat bahwa informasi adalah kebutuhan dhorûri (primer) bagi setiap manusia. Siapa yang mampu menguasai informasi, maka ia akan menguasai dunia.
Sesungguhnya fenomena globalisasi sudah lama muncul. Hanya saja istilah ini baru muncul ke permukaan. Terma “globalisasi” berasal dari bahasa Inggris “globalization” yang berarti menyebar luaskan serta memperluas jangkauan sesuatu agar menyentuh semua lapisan.
Globalisasi tidak hanya digunakan dalam bidang ekonomi saja, namun merupakan “ajakan” untuk mengadopsi paradigma tertentu (baca: Barat). Hal inilah yang kemudian banyak disoroti oleh para pengamat bahwa globalisasi sebenarnya tidak jauh beda dengan “amerikanisasi”.
Hal tersebut sangat jelas kita lihat dalam fakta yang terjadi di akhir-akhir ini; globalisasi hanyalah usaha Amerika untuk memperkuat hegemoni terhadap dunia. Banyak cara untuk melegitimasi hegemoni tersebut. Melalui lembaga-lembaga dunia seperti IMF dan bank dunia, mereka berusaha menguasai roda perekonomian dunia. Negara yang dianggap “penghalang” terpaksa harus disingkirkan dan harus diberi pelajaran. “Drama” tersebut bisa kita lihat dalam tragedi kemanusiaan di Afganistan, Palestina, Iran, Sudan dan selanjutnya entah negara mana lagi yang akan menjadi mangsa selanjutnya. Menyadari penyimpangan yang terjadi pada arti hakiki globalisasi tersebut, maka kita sebagai seorang muslim dituntut untuk bisa bersikap obyektif yaitu mampu melakukan pemilahan antara nilai-nilai positif (haq) dan nilai-nilai negatif (bâthil), agar sebagai umat Islam, kita tidak terjebak dalam jaring-jaring hegemoni Barat.
Kita menyadari bahwa globalisasi adalah trend sekaligus produk sejarah yang sedang terjadi dan kita alami. Kita tidak punya kekuatan untuk menolak apalagi lari dari kenyataan sejarah ini. Yang mesti kita lakukan adalah melakukan gerakan dinamis bersama arus ini yaitu dengan menjaga diri agar tidak kehilangan kendali serta jati diri.
Menghadapi era globalisasi, sikap kaum muslimin bisa dikatakan terbagi menjadi beberapa macam: Pertama, mengikutinya secara mutlak. Mereka meyakini bahwa apa yang ada di balik globalisasi dan semua hal yang berbau westernisasi adalah sebuah standar ideal yang perlu untuk ditiru. Sikap semacam inilah yang hanya akan menenggelamkan umat islam dari peredaranya. Kedua, mereka yang menolak secara keseluruhan. Golongan inilah yang diistilahkan oleh Prof. Dr. Yusuf Qordhowi sebagai kelompok “penakut”. Mereka takut untuk berhadapan secara langsung dengan peradaban Barat. Hal itu dinilai tidak “fair” karena dianggap lari dari kenyataan yang ada. Mereka menutup pintu rapat-rapat terhadap hembusan angin globalisasi karena takut terkena debu dan polusi peradaban. Padahal sejatinya mereka membutuhkan udara. Ketiga, golongan moderat (berada ditengah-tengah). Golongan inilah yang menjadi cerminan sikap ideal seorang muslim. Mereka sadar bahwa menutup diri serta mengisolasi diri dari dunia luar hanyalah usaha yang sia-sia belaka dan tak berguna. Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang selaras dengan kemajuan zaman. Allah Swt. berfirman : “Dan tidaklah Kami utus kamu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk sekalian manusia”
Pertanyaan selanjutnya yang mengemuka adalah tentang masa depan umat islam. Setidaknya ada dua prediksi; Pertama, pesimistik. Sikap ini muncul karena melihat realita yang ada dalam tubuh umat islam sekarang, dimana untuk ukuran perkembangan sains dan teknologi umat islam berada dalam posisi yang paling bawah dan sangat termarjinalkan. Permasalahan umat islam saat ini semakin kompleks. Terjadinya dekadensi moral, kesenjangan sosial, keterbelakangan, serta pelanggaran HAM telah begitu memprihatinkan. Inilah masalah-masalah yang sedang dihadapi umat islam. Untuk memperbaikinya umat membutuhkan waktu yang lama. Kedua, optimistik. Sikap ini didasarkan pada pengamatan sejarah, dimana kita pernah mengukir kejayaan di masa lampau. Dengan sikap yang seperti itu, mereka meyakini bahwa kemajuan peradaban akan terus berputar dan bergantian di antara manusia.
Sebagai umat islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan menjunjung tinggi agama Islam. Ada beberapa tawaran alternatif: (1). Mengembalikan kesadaran umat islam yang selama ini “tertidur”. Ajaran islam harus disampaikan untuk kemaslahatan dan pencerahan manusia. (2). Bersikap inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri adalah sikap yang bertentangan dengan ajaran islam ( Al-hujrat 13). (3). Berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai sumber inspirasi peradaban. Dan yang terpenting adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
WalLâhu a’lam bishowâb.
Fakta tersebut telah menunjukan adanya sebuah bukti bahwa manusia telah menampilkan keberhasilannya dalam bidang sains dan teknologi, terutama dalam mengakses informasi. Dari sini tentu kita akan sepakat bahwa informasi adalah kebutuhan dhorûri (primer) bagi setiap manusia. Siapa yang mampu menguasai informasi, maka ia akan menguasai dunia.
Sesungguhnya fenomena globalisasi sudah lama muncul. Hanya saja istilah ini baru muncul ke permukaan. Terma “globalisasi” berasal dari bahasa Inggris “globalization” yang berarti menyebar luaskan serta memperluas jangkauan sesuatu agar menyentuh semua lapisan.
Globalisasi tidak hanya digunakan dalam bidang ekonomi saja, namun merupakan “ajakan” untuk mengadopsi paradigma tertentu (baca: Barat). Hal inilah yang kemudian banyak disoroti oleh para pengamat bahwa globalisasi sebenarnya tidak jauh beda dengan “amerikanisasi”.
Hal tersebut sangat jelas kita lihat dalam fakta yang terjadi di akhir-akhir ini; globalisasi hanyalah usaha Amerika untuk memperkuat hegemoni terhadap dunia. Banyak cara untuk melegitimasi hegemoni tersebut. Melalui lembaga-lembaga dunia seperti IMF dan bank dunia, mereka berusaha menguasai roda perekonomian dunia. Negara yang dianggap “penghalang” terpaksa harus disingkirkan dan harus diberi pelajaran. “Drama” tersebut bisa kita lihat dalam tragedi kemanusiaan di Afganistan, Palestina, Iran, Sudan dan selanjutnya entah negara mana lagi yang akan menjadi mangsa selanjutnya. Menyadari penyimpangan yang terjadi pada arti hakiki globalisasi tersebut, maka kita sebagai seorang muslim dituntut untuk bisa bersikap obyektif yaitu mampu melakukan pemilahan antara nilai-nilai positif (haq) dan nilai-nilai negatif (bâthil), agar sebagai umat Islam, kita tidak terjebak dalam jaring-jaring hegemoni Barat.
Kita menyadari bahwa globalisasi adalah trend sekaligus produk sejarah yang sedang terjadi dan kita alami. Kita tidak punya kekuatan untuk menolak apalagi lari dari kenyataan sejarah ini. Yang mesti kita lakukan adalah melakukan gerakan dinamis bersama arus ini yaitu dengan menjaga diri agar tidak kehilangan kendali serta jati diri.
Menghadapi era globalisasi, sikap kaum muslimin bisa dikatakan terbagi menjadi beberapa macam: Pertama, mengikutinya secara mutlak. Mereka meyakini bahwa apa yang ada di balik globalisasi dan semua hal yang berbau westernisasi adalah sebuah standar ideal yang perlu untuk ditiru. Sikap semacam inilah yang hanya akan menenggelamkan umat islam dari peredaranya. Kedua, mereka yang menolak secara keseluruhan. Golongan inilah yang diistilahkan oleh Prof. Dr. Yusuf Qordhowi sebagai kelompok “penakut”. Mereka takut untuk berhadapan secara langsung dengan peradaban Barat. Hal itu dinilai tidak “fair” karena dianggap lari dari kenyataan yang ada. Mereka menutup pintu rapat-rapat terhadap hembusan angin globalisasi karena takut terkena debu dan polusi peradaban. Padahal sejatinya mereka membutuhkan udara. Ketiga, golongan moderat (berada ditengah-tengah). Golongan inilah yang menjadi cerminan sikap ideal seorang muslim. Mereka sadar bahwa menutup diri serta mengisolasi diri dari dunia luar hanyalah usaha yang sia-sia belaka dan tak berguna. Mereka meyakini bahwa Islam adalah agama yang selaras dengan kemajuan zaman. Allah Swt. berfirman : “Dan tidaklah Kami utus kamu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk sekalian manusia”
Pertanyaan selanjutnya yang mengemuka adalah tentang masa depan umat islam. Setidaknya ada dua prediksi; Pertama, pesimistik. Sikap ini muncul karena melihat realita yang ada dalam tubuh umat islam sekarang, dimana untuk ukuran perkembangan sains dan teknologi umat islam berada dalam posisi yang paling bawah dan sangat termarjinalkan. Permasalahan umat islam saat ini semakin kompleks. Terjadinya dekadensi moral, kesenjangan sosial, keterbelakangan, serta pelanggaran HAM telah begitu memprihatinkan. Inilah masalah-masalah yang sedang dihadapi umat islam. Untuk memperbaikinya umat membutuhkan waktu yang lama. Kedua, optimistik. Sikap ini didasarkan pada pengamatan sejarah, dimana kita pernah mengukir kejayaan di masa lampau. Dengan sikap yang seperti itu, mereka meyakini bahwa kemajuan peradaban akan terus berputar dan bergantian di antara manusia.
Sebagai umat islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan menjunjung tinggi agama Islam. Ada beberapa tawaran alternatif: (1). Mengembalikan kesadaran umat islam yang selama ini “tertidur”. Ajaran islam harus disampaikan untuk kemaslahatan dan pencerahan manusia. (2). Bersikap inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri adalah sikap yang bertentangan dengan ajaran islam ( Al-hujrat 13). (3). Berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai sumber inspirasi peradaban. Dan yang terpenting adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
WalLâhu a’lam bishowâb.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean
Ekonomi ASEAN pada saat sekarang masih dibayangi oleh ketidakpastian pertumbuhan, ekonominya walaupun masih terlihat dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi beberapa Negara ASEAN tahun 2004. Sedangkan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2005 akan mencapai 5,7 persen. Angka ini berarti meningkat dibandingkan prediksi semula sebesar 5,5 persen tahun 2004. Dampak ketidakpastian tersebut disebabkan oleh lonjakan harga minyak dunia. Selain itu ketidakstabilan nilai tukar mata uang. Sehingga ketidakpastian tersebut, juga akan mengganggu proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup tinggi selama tahun 2004 tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan eksternal dan naiknya harga komoditas non-minyak. Kenaikan harga minyak saat ini akan memberikan dampak yang lebih besar pada ekonomi ASEAN. Kenaikan harga minyak tersebut diperkirakan akan menekan nilai tukar di kawasan ASEAN dan meningkatkan tekanan inflasi. Selain dari itu perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Cina yang menjadi mitra dagang utama negara ASEAN diperkirakan akan memberikan dampak yang cukup signifikan di kawasan ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Dari beberapa negara ASEAN, hanya Indonesia dan Kamboja yang revisi pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi Thailand direvisi dari 5,6 persen menjadi 4 persen. Malaysia direvisi dari 5,7 persen menjadi 5,1 persen. Filipina direvisi dari 5 persen menjadi 4,7 persen. Sementara Vietnam tetap di kisaran 7,6 persen. Faktor menyebabkan pertumbuhan ekonomi ASEAN bergerak melemah. Misalnya saja Filipina dan Thailand yang cukup terpukul oleh tingginya harga minyak dan gagal panen. Filipina plus Malaysia juga tertekan oleh melambatnya sektor elektronik dunia. Namun khusus untuk Indonesia, ADB menilai faktor-faktor negatif tersebut bisa ditutupi oleh membaiknya iklim investasi. Sementara Vietnam tertolong oleh tingkat pertumbuhan yang baik. Secara keseluruhan, ADB merevisi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara turun menjadi 5 persen, dari semula 5,4 persen. ADB juga menyebutkan, karena kebanyakan negara Asia adalah net importir minyak dan juga digolongkan sebagai kawasan yang tidak efisien dalam penggunaan energi, maka kawasan Asia sangat rentan oleh kenaikan harga minyak dunia.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama tahun 2004, sekitar 74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang mengalir ke negara emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya arus modal masuk ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbukaan ekonomi, penerapan kebijakan ekonomi yang market friendly dan prospek ekonomi yang dinilai baik. Meskipun mendapat keuntungan dari masuknya modal (capital inflow) yang sebagian besar di antaranya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), arus modal juga telah meningkatkan kerentanan terhadap mata uang negara ASEAN. Berdasarkan kepada teori ekonomi dan penelitian sebelumnya, terdapat dua bentuk hubungan antara FDI dengan perdagangan antar negara iaitu sama ada (1) FDI merupakan pengganti atau pelengkap kepada perdagangan antar negara, atau (2) FDI menjadi penyebab kepada perdagangan antar negara atau sebaliknya. Karena FDI dianggap sebagai satu pemicu pertumbuhan ekonomi khususnya melalui pertumbuhan sektor ekspor dan import, menyediakan peluang pekerjaan, transfer teknologi dan sebagainya Foreign direct investment semenjak masuknya ke negara ASEAN tahun 2002 disebabkan semakin menguatnya stabilitas ekonomi dan pasar baik di pasar uang maupun pasar modal. Mengenai perkembangan perekonomian ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina semakin tumbuh dan berkembang. Sedangkan perekonomian ASEAN-4 yang terdiri dari Kamboja, Laos, Myamar dan Vietnam serta Brunei Darusalam semakin terbuka dan tumbuh. Investasi Langsung Luar negeri (FDI) dan perkembangan perdagangan di dunia wujud di negara-negara ASEAN, karena menarik FDI dari negara maju di samping meningkatkan investasi dan perdagangan antar ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Oleh karena itu Bank Sentral negara ASEAN menerapkan berbagai kebijakan yang bersifat spesifik dan berjangka waktu relatif pendek, yang ditujukan untuk memelihara kestabilan nilai tukar. Hal itu dimaksudkan agar dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi masing-masing negara, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Namun demikian, hal ini bukan berarti ASEAN akan meninggalkan pendekatan kebijakan yang bersifat terbuka dan berorientasi pasar. Tetapi ASEAN akan tetap mempertahankan kebijakan ekonomi yang terbuka, dengan berupaya mencapai kebijakan arus modal yang stabil dan lancar. Mata uang ASEAN saat ini sangat rentan karena faktor internal dan eksternal. Secara internal, mengecilnya pasar valas menjadi faktor utama. Secara eksternal, rentannya mata uang ASEAN disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ketidakseimbangan dunia, kemungkinan naiknya suku bunga The Fed, dan meningkatnya spekulasi dalam rangka mengantisipasi revaluasi yuan. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, perekonomian ASEAN cenderung untuk membatasi spekulasi yang berlebihan akibat meningkatnya arus modal yang kurang terkendali. Upaya lain untuk mengurangi kerentanan eksternal di kawasan regional adalah dengan membuat kesepakatan antara Bank Sentral negara-negara ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Disamping itu Bank Indonesia memberikan langkah-langkah inisiatif bagi ekonomi nasional (Indonesia) kedepananya, yang pertama di bidang moneter yang terdiri dari 3 inisiatif yaitu memperdalam pasar keuangan domestik, memperkuat efektivitas penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) dan membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kedua Inisiatif di bidang sektor riil. Perbaikan daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci bagi perbaikan daya saing nasional di era tersebut (bank Indonesia 2008). Oleh karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya untuk lebih mempertajam fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI (KBI) di daerah serta pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah kerjanya. Oleh karena itu, program Reorientasi KBI perlu perkuat implementasinya (Baharuddin, bank Indonesia 2008). Selain dari tu dalam memperdalam pasar keuangan domestik untuk meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan serta meminimalisir potensi gejolak dari pasar keuangan global, perlu adanya pasar keuangan domestik yang lebih kuat, dalam dan likuid.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Pertumbuhan ekonomi ASEAN yang cukup tinggi selama tahun 2004 tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya permintaan eksternal dan naiknya harga komoditas non-minyak. Kenaikan harga minyak saat ini akan memberikan dampak yang lebih besar pada ekonomi ASEAN. Kenaikan harga minyak tersebut diperkirakan akan menekan nilai tukar di kawasan ASEAN dan meningkatkan tekanan inflasi. Selain dari itu perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Cina yang menjadi mitra dagang utama negara ASEAN diperkirakan akan memberikan dampak yang cukup signifikan di kawasan ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Dari beberapa negara ASEAN, hanya Indonesia dan Kamboja yang revisi pertumbuhan ekonominya dinaikkan. Pertumbuhan ekonomi Thailand direvisi dari 5,6 persen menjadi 4 persen. Malaysia direvisi dari 5,7 persen menjadi 5,1 persen. Filipina direvisi dari 5 persen menjadi 4,7 persen. Sementara Vietnam tetap di kisaran 7,6 persen. Faktor menyebabkan pertumbuhan ekonomi ASEAN bergerak melemah. Misalnya saja Filipina dan Thailand yang cukup terpukul oleh tingginya harga minyak dan gagal panen. Filipina plus Malaysia juga tertekan oleh melambatnya sektor elektronik dunia. Namun khusus untuk Indonesia, ADB menilai faktor-faktor negatif tersebut bisa ditutupi oleh membaiknya iklim investasi. Sementara Vietnam tertolong oleh tingkat pertumbuhan yang baik. Secara keseluruhan, ADB merevisi pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara turun menjadi 5 persen, dari semula 5,4 persen. ADB juga menyebutkan, karena kebanyakan negara Asia adalah net importir minyak dan juga digolongkan sebagai kawasan yang tidak efisien dalam penggunaan energi, maka kawasan Asia sangat rentan oleh kenaikan harga minyak dunia.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
The Global Development Finance (GDF) mencatat, selama tahun 2004, sekitar 74 persen atau US$ 143,7 miliar dari total arus modal yang mengalir ke negara emerging market masuk ke Asia, termasuk ASEAN. Tingginya arus modal masuk ini terutama disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keterbukaan ekonomi, penerapan kebijakan ekonomi yang market friendly dan prospek ekonomi yang dinilai baik. Meskipun mendapat keuntungan dari masuknya modal (capital inflow) yang sebagian besar di antaranya dalam bentuk Foreign Direct Investment (FDI), arus modal juga telah meningkatkan kerentanan terhadap mata uang negara ASEAN. Berdasarkan kepada teori ekonomi dan penelitian sebelumnya, terdapat dua bentuk hubungan antara FDI dengan perdagangan antar negara iaitu sama ada (1) FDI merupakan pengganti atau pelengkap kepada perdagangan antar negara, atau (2) FDI menjadi penyebab kepada perdagangan antar negara atau sebaliknya. Karena FDI dianggap sebagai satu pemicu pertumbuhan ekonomi khususnya melalui pertumbuhan sektor ekspor dan import, menyediakan peluang pekerjaan, transfer teknologi dan sebagainya Foreign direct investment semenjak masuknya ke negara ASEAN tahun 2002 disebabkan semakin menguatnya stabilitas ekonomi dan pasar baik di pasar uang maupun pasar modal. Mengenai perkembangan perekonomian ASEAN-5 yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina semakin tumbuh dan berkembang. Sedangkan perekonomian ASEAN-4 yang terdiri dari Kamboja, Laos, Myamar dan Vietnam serta Brunei Darusalam semakin terbuka dan tumbuh. Investasi Langsung Luar negeri (FDI) dan perkembangan perdagangan di dunia wujud di negara-negara ASEAN, karena menarik FDI dari negara maju di samping meningkatkan investasi dan perdagangan antar ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Oleh karena itu Bank Sentral negara ASEAN menerapkan berbagai kebijakan yang bersifat spesifik dan berjangka waktu relatif pendek, yang ditujukan untuk memelihara kestabilan nilai tukar. Hal itu dimaksudkan agar dapat memberikan peluang yang lebih besar untuk mencapai tujuan kebijakan ekonomi masing-masing negara, yaitu pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Namun demikian, hal ini bukan berarti ASEAN akan meninggalkan pendekatan kebijakan yang bersifat terbuka dan berorientasi pasar. Tetapi ASEAN akan tetap mempertahankan kebijakan ekonomi yang terbuka, dengan berupaya mencapai kebijakan arus modal yang stabil dan lancar. Mata uang ASEAN saat ini sangat rentan karena faktor internal dan eksternal. Secara internal, mengecilnya pasar valas menjadi faktor utama. Secara eksternal, rentannya mata uang ASEAN disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ketidakseimbangan dunia, kemungkinan naiknya suku bunga The Fed, dan meningkatnya spekulasi dalam rangka mengantisipasi revaluasi yuan. Untuk mengantisipasi tantangan tersebut, perekonomian ASEAN cenderung untuk membatasi spekulasi yang berlebihan akibat meningkatnya arus modal yang kurang terkendali. Upaya lain untuk mengurangi kerentanan eksternal di kawasan regional adalah dengan membuat kesepakatan antara Bank Sentral negara-negara ASEAN.
Dampak Ketidakpastian Globalisasi Ekonomi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Asean oleh Antoni., SE., ME
Disamping itu Bank Indonesia memberikan langkah-langkah inisiatif bagi ekonomi nasional (Indonesia) kedepananya, yang pertama di bidang moneter yang terdiri dari 3 inisiatif yaitu memperdalam pasar keuangan domestik, memperkuat efektivitas penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) dan membangun perangkat analisa kebijakan menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Kedua Inisiatif di bidang sektor riil. Perbaikan daya saing daerah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 adalah kunci bagi perbaikan daya saing nasional di era tersebut (bank Indonesia 2008). Oleh karena itu, Bank Indonesia melihat pentingnya untuk lebih mempertajam fungsi-fungsi advisory dan fasilitasi Kantor-Kantor BI (KBI) di daerah serta pemanfaatnya sebagai pembentuk modal sosial di daerah kerjanya. Oleh karena itu, program Reorientasi KBI perlu perkuat implementasinya (Baharuddin, bank Indonesia 2008). Selain dari tu dalam memperdalam pasar keuangan domestik untuk meningkatkan daya tahan dan stabilitas sistem keuangan serta meminimalisir potensi gejolak dari pasar keuangan global, perlu adanya pasar keuangan domestik yang lebih kuat, dalam dan likuid.
Neoliberalisme Jadi Ideologi Penggerak Globalisasi
MedanBisnis – Medan. Guru besar dan pakar Fisipol Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Budi Winarno mengatakan, globalisasi telah menimbulkan marginalisasi sistemik. Globalisasi neoliberal dicirikan oleh liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi. Dampaknya, neoliberalisme menjadi ideologi penggerak globalisasi sekarang ini.
Hal itu dikatakan Prof Budi Winarno dalam kuliah umum berjudul “Melawan Gurita Neoliberalisme” di Program Pascasarjana UMA di Kampus II Jalan Sei Serayu Medan, Senin (21/2). Kuliah umum dihadiri Direktur Pascasarjana UMA Drs Heri Kusmanto MA dan para Pembantu Direktur serta diikuti mahasiswa program S2.
Dia menjelaskan, negara-negara di dunia “dipaksa” untuk meliberalisasi investasi dan perdagangan, termasuk di sektor pertanian. Baik IMF dan Bank Dunia menjadi sentrum penyebaran ideologi neoliberal.
Tahun 1980-an, Indonesia telah melancarkan serangkaian kebijakan yang ditujukan untuk semakin memperluas basis ekonomi swasta, baik nasional maupun internasional. Ketika Indonesia mengalami serangkaian krisis moneter, usaha untuk mengintegrasikan diri ke dalam perekonomian global semakin gencar dilakukan sebagai konsekuensi bantuan IMF.
Sepanjang tahun 1980-1987, ucap Budi, sekitar 30% dari industri menengah kecil mengalami gulung tikar. Sejak investasi asing mengalir masuk ke Indonesia tahun 1967, banyak industri tradisional, khususnya industri tekstil telah bangkrut karena mereka tidak mampu bersaing dengan industri tekstil modern yang dimiliki oleh para pemilik modal asing.
Diperkirakan, selama tahun 1969 sampai dengan tahun 1970 industri-industri tekstil tradisional berjumlah 324 000, namun jumlah industri tersebut telah berkurang drastis dan tinggal sekitar 60.000. Secara konsisten, Indonesia terus meliberalisasi perekonomian dalam negeri sesuai dengan mandat yang diberikan oleh WTO.
Kebijakan neoliberal di sektor pertanian tidak hanya membuat petani semakin kesulitan, tetapi juga menciptakan bentuk baru ketergantungan sektor pertanian. Periode 1989-1991, Indonesia merupakan negara pengeskpor pangan (net exporter) dengan nilai sekitar US$ 418 juta/per tahun. Namun, sejak tahun 1994, Indonesia beralih menjadi pengimpor pangan.
Pada 2003, sebagai akibat liberalisasi yang makin intensif, Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar US$ 1,4 miliar untuk tanaman pangan dan US$134,4 juta untuk peternakan
Dalam hal impor, pada periode 1998-2000, Indonesia mengimpor pangan rata-rata US$ 863 juta per tahun. Selama periode 1996-2003, Indonesia mengimpor beras 2,83 juta ton, gula 1,6 juta ton, jagung 1,2 juta ton, kedelai 0,8 juta ton.
Untuk itu katanya, negara harus bisa memberikan kesejahteraan sosial dan ekonomi kepada rakyat. Negara bangsa harus tetap melakukan peran krusial dan menentukan dalam era globalisasi ekonomi dan perlu dilakukan penataan kembali posisi (repositioning) birokrasi.
Negara dipandang memiliki kapasitas mendesain instrumen-instrumen pembangunan yang efektif dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi. (ramita harja)
Hal itu dikatakan Prof Budi Winarno dalam kuliah umum berjudul “Melawan Gurita Neoliberalisme” di Program Pascasarjana UMA di Kampus II Jalan Sei Serayu Medan, Senin (21/2). Kuliah umum dihadiri Direktur Pascasarjana UMA Drs Heri Kusmanto MA dan para Pembantu Direktur serta diikuti mahasiswa program S2.
Dia menjelaskan, negara-negara di dunia “dipaksa” untuk meliberalisasi investasi dan perdagangan, termasuk di sektor pertanian. Baik IMF dan Bank Dunia menjadi sentrum penyebaran ideologi neoliberal.
Tahun 1980-an, Indonesia telah melancarkan serangkaian kebijakan yang ditujukan untuk semakin memperluas basis ekonomi swasta, baik nasional maupun internasional. Ketika Indonesia mengalami serangkaian krisis moneter, usaha untuk mengintegrasikan diri ke dalam perekonomian global semakin gencar dilakukan sebagai konsekuensi bantuan IMF.
Sepanjang tahun 1980-1987, ucap Budi, sekitar 30% dari industri menengah kecil mengalami gulung tikar. Sejak investasi asing mengalir masuk ke Indonesia tahun 1967, banyak industri tradisional, khususnya industri tekstil telah bangkrut karena mereka tidak mampu bersaing dengan industri tekstil modern yang dimiliki oleh para pemilik modal asing.
Diperkirakan, selama tahun 1969 sampai dengan tahun 1970 industri-industri tekstil tradisional berjumlah 324 000, namun jumlah industri tersebut telah berkurang drastis dan tinggal sekitar 60.000. Secara konsisten, Indonesia terus meliberalisasi perekonomian dalam negeri sesuai dengan mandat yang diberikan oleh WTO.
Kebijakan neoliberal di sektor pertanian tidak hanya membuat petani semakin kesulitan, tetapi juga menciptakan bentuk baru ketergantungan sektor pertanian. Periode 1989-1991, Indonesia merupakan negara pengeskpor pangan (net exporter) dengan nilai sekitar US$ 418 juta/per tahun. Namun, sejak tahun 1994, Indonesia beralih menjadi pengimpor pangan.
Pada 2003, sebagai akibat liberalisasi yang makin intensif, Indonesia mengalami defisit perdagangan sebesar US$ 1,4 miliar untuk tanaman pangan dan US$134,4 juta untuk peternakan
Dalam hal impor, pada periode 1998-2000, Indonesia mengimpor pangan rata-rata US$ 863 juta per tahun. Selama periode 1996-2003, Indonesia mengimpor beras 2,83 juta ton, gula 1,6 juta ton, jagung 1,2 juta ton, kedelai 0,8 juta ton.
Untuk itu katanya, negara harus bisa memberikan kesejahteraan sosial dan ekonomi kepada rakyat. Negara bangsa harus tetap melakukan peran krusial dan menentukan dalam era globalisasi ekonomi dan perlu dilakukan penataan kembali posisi (repositioning) birokrasi.
Negara dipandang memiliki kapasitas mendesain instrumen-instrumen pembangunan yang efektif dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi. (ramita harja)
Renungan Hari Pahlawan: Antara Selera Pasar, Globalisasi dan Keberlangsungan Peradaban
Hari Pahlawan dilatar-belakangi peristiwa Pertempuran Surabaya yang merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Setidaknya 6,000 – 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 – 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Dalam era globalisasi sekarang ini, pengorbanan para pahlawan saat itu mungkin dianggap aneh karena tidak sesuai dengan “selera pasar“. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah “budaya” yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai “seni, adat istiadat, kebiasaan … kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat”. Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah “peradaban” dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain “ganas” atau “biadab” budaya, konsep dari “peradaban” digunakan sebagai sinonim untuk “budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu.” Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti “perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa”. Masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota. “Peradaban” dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.
Setidaknya 6,000 – 16,000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200,000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 – 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadi korban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.
Dalam era globalisasi sekarang ini, pengorbanan para pahlawan saat itu mungkin dianggap aneh karena tidak sesuai dengan “selera pasar“. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
Peradaban adalah memiliki berbagai arti dalam kaitannya dengan masyarakat manusia. Seringkali istilah ini digunakan untuk merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”: dicirikan oleh praktik dalam pertanian, hasil karya dan pemukiman, berbanding dengan budaya lain, anggota-anggota sebuah peradaban akan disusun dalam beragam pembagian kerja yang rumit dalam struktur hirarki sosial.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah “budaya” yang populer dalam kalangan akademis. Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai “seni, adat istiadat, kebiasaan … kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat”. Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah “peradaban” dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain “ganas” atau “biadab” budaya, konsep dari “peradaban” digunakan sebagai sinonim untuk “budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu.” Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti “perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa”. Masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota. “Peradaban” dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Istilah peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.
GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.
Langganan:
Postingan (Atom)