Jumat, 30 Desember 2011

GLOBALISASI, RELIGIUSITAS, AGAMA, DAN MAHASISWA

Setelah mengamati globalisasi selama puluhan tahun terakhir ini, kita semua kiranya mampu melihat hasil-hasil positif maupun akibat-akibat negatif yang muncul darinya. Berikut adalah beberapa hal yang dapat kita lihat dengan cukup mudah, tanpa harus mengadakan penelitian yang rumit dan menggunakan alat yang canggih.

Di bidang ekonomi, globalisasi telah memunculkan beberapa “pasar raksasa”. Uni Eropa dan Asia, misalnya, kiranya boleh dilihat sebagai dua “pasar raksasa” yang baru, yang memiliki potensi untuk menjadi pesaing bagi Amerika Utara, yang barangkali layak kita sebut sebagai “pasar raksasa” yang pertama. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Amerika Selatan juga berpotensi untuk berkembang menjadi “pasar raksasa” yang keempat. Salah satu hasil positif dari adanya beberapa “pasar raksasa” itu adalah meningkatnya kesempatan bagi semakin banyak bangsa di bumi ini untuk ikut mengambil keuntungan dari kondisi tersebut. Dan bersamaan dengan itu, salah satu akibat negatif darinya adalah meningkatnya risiko kerugian atau bahkan kebangkrutan, yang dapat diderita oleh beberapa bangsa, yang tidak cukup mampu untuk bersaing “secara bebas” pada “pasar-pasar raksasa” itu.4

Di bidang politik, globalisasi hampir-hampir menghapus adanya Blok Barat dan Blok Timur. Akhir-akhir ini, lobby-lobby politik antarbangsa bergerak begitu luwes dan cepat, sedemikian dinamis sehingga di dunia ini mulai muncul “blok-blok sementara”, yang dapat terbentuk secara cepat namun dapat bubar secara cepat pula. Salah satu hasil positif dari “cairnya” hubungan-hubungan antarbangsa itu adalah semakin meningkatnya kebebasan banyak bangsa untuk memilih partner kerjasama, dalam menghadapi tantangan-tantangan yang sama atau serupa. Tidak ada lagi bangsa, betapapun kuatnya, yang dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya sepenuhnya dengan kekuatannya sendiri. Dalam menghadapi masalah terorisme, misalnya, bisa saja bangsa Indonesia bekerjasama dengan bangsa Amerika dan bangsa Australia. Sementara itu, dalam menghadapi masalah lapangan kerja, bangsa Indonesia barangkali lebih memerlukan kerjasama dengan bangsa Malaysia, Brunei, Korea, Jepang, dan negara-negara Arab. Namun, di masa depan, “cairnya” hubungan antarbangsa semacam itu juga dapat menimbulkan akibat yang negatif. Tidak adanya Blok yang solid seperti pada abad yang lalu itu mungkin saja menumbuhkan sikap politik “opportunistik” pada banyak politisi dan pemimpin bangsa.5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar