Globalisasi adalah istilah yang akhir-akhir ini sangat sering dikemukakan oleh para politisi dan kaum cendekiawan. Hampir semua ilmuwan masalah sosial sepakat bahwa menyatunya bangsa-bangsa dunia menuju sebuah homogenitas adalah sebuah proses yang tidak bisa dielakkan. Hanya saja, mayoritas ilmuwan juga menyayangkan proses globalisasi yang lebih bersifat unilateral yang saat ini menjadi trend di berbagai dunia. Menurut mereka, proses globalisasi sekarang ini cenderung merupakan rekayasa kekuatan-kekeuatan tertentu dunia yang ingin menancapkan hegemoninya atas dunia.
Fenomena yang sekarang ini tengah berlangsung memang sangat terlihat tidak adil. Dunia Barat saat ini tengah melakukan intervensi budaya terhadap kawasan-kawasan lainnya di dunia, dengan tujuan agar bangsa-bangsa di seluruh dunia meniru kebudayaan Barat. Sayangnya, budaya yang mereka paksakan itu sama sekali tidak memiliki nilai universal. Budaya Barat sangat khas Barat, dan sangat sulit membayangkan akan bisa diterima secara sukarela oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia. Apalagi, saat ini Barat menunjukkan keunggulannya di atas kawasan lainnya di dunia hanya dari sisi teknologi. Sedangkan dari sudut sosial yang menjadi simbol utama kebudayaan, Barat saat ini justru sedang mengalami keruntuhan secara signifikan.
Paham liberal dan sekular yang dianut oleh Barat justru malah membuat ikatan sosial, khususnya ikatan keluarga, mengalami penghancuran internal secara sistemastis. Dari sisi ekonomi, liberalisme yang dianut oleh Barat malah membuat kesenjangan ekonomi di antara kelompok-kelompok sosial dunia semakin menganga. Demikian juga dengan sekularisme yang telah merenggut spiritualitas dari kehidupan orang-orang Barat.
Akan tetapi, dengan segala kekurangan dan keburukan yang dimilikinya, Barat tetap memaksakan proses globalisasi agar berlangsung di dunia dengan budaya Barat sebagai porosnya. Akhirnya, globalisasi malah menjadi proses distribusi model-model kesenjangan ekonomi di antara bangsa-bangsa di dunia. Terkait hal ini, sejumlah ilmuwan dan tokoh politik dunia seperti Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva saat memberikan pidato di depan Majelis Umum PBB beberapa hari lalu mengatakan bahwa berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Komisi PBB, globalisasi telah menyebabkan gap di antara kelompok kaya dan kelompok miskin di dunia semakin menganga.
Di bagian lain pidatonya, da Silva mengatakan, “Untuk ke sekian kalinya harus kami ingatkan bahwa senjata destruksi massal yang paling merusak bumi saat adalah kemiskinan. Globalisasi yang saat ini tengah berlangsung di dunia, dan menjadi penyebab semakin banyaknya orang-orang miskin di dunia, seharusnya kita kontrol dan kita ubah paradigmanya hingga bisa memberikan nilai positif kepada seluruh penduduk bumi. Kita harus memulai sebuah proses globalisasi baru dengan paradigmanya yang baru, globalisasi yang membangun pilar-pilar politik dan sosial yang adil, disertai dengan pemerataan kehidupan ekonomi umat manusia di seluruh dunia sehingga mereka bisa hidup secara terhormat.”
Apa yang diungkapkan oleh Presiden da Silva itu menunjukkan kepada kita dua hal. Pertama, globalisasi adalah sebuah fenomena yang tidak bisa dielakkan oleh umat manusia. Hal ini memang telah ditegaskan oleh para ilmuwan sejak beberapa abad lalu. Secara fitrahnya, manusia memang memiliki kecenderungan untuk hidup dengan cara dan budaya yang mirip satu sama lain. Sepanjang sejarah, selalu saja ada upaya yang dilakukan oleh umat manusia untuk terus melakukan pendekatan budaya dengan sesamanya. Dan kini, di era informasi ini, proses pendekatan tersebut semakin terlihat jelas karena hubungan antarbudaya semakin dimudahkan oleh kemajuan teknologi yang dicapai oleh umat manusia.
Akan tetapi, sebagaimana yang ditegaskan oleh da Silva dalam pidatonya itu, ada paradigma dan arah yang salah dari proses globalisasi. Globalisasi sekarang ini tengah dipaksakan oleh Barat, menurut da Silva, malah memperlebar kesenjangan di antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin dunia. Da Silva memang tidak menunjukkan solusinya. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa proses globalisasi ini harus dihentikan dan diganti dengan proses lainnya yang lebih adil sekaligus lebih terhormat.
Dalam ajaran Islam, kita mengenal kepercayaan terhadap kemunculan Imam Mahdi a.f. di akhir zaman. Sebagaimana yang dikemukakan dalam sejumlah riwayat, Imam Mahdi akan muncul untuk menyelamatkan dunia dari jurang kehancuran akibat meluasnya kezaliman dan ketidakadilan di dunia. Kemudian, beliau akan membentuk pemerintahan global yang meliputi seluruh dunia, dan pemerintahannya itu kelak akan didasarkan kepada nilai-nilai keislaman yang adil, terhormat, dan mulia.
Diriwayatkan bahwa pada masa pemerintahan Imam Mahdi, umat manusia akan meniti jalan hidup kesempurnaannya. umat manusia akan dibimbing oleh Imam Mahdi untuk menebus berbagai kesalahan dan kekeliruan yang telah dibuat makhluk ini selama menjadi khalifah Tuhan di muka bumi. Kelak, tidak akan ada orang yang dianggap rendah hanya karena sifat-sifat fisik seperti warna kulit, ras, atau bangsa. Nabi Muhamad SAWW saat menyampaikan karakteristik Imam Mahdi itu bersabda, “Al-Mahdi akan menjadi awal dan akhir dari sebuah konsep dan implementasi keadilan”
Jika kita telaah konsep yang ada pada ajaran Islam terkait kemunculan Imam Mahdi di akhir zaman, dan dihubungkan dengan proses globalisasi yang saat ini tengah secara kencang berhembus di seluruh dunia, kita akan menemukan kaitan yang sangat erat antara kedua hal tersebut. Para ilmuwan dan tokoh dunia saat semakin hari semakin diyakinkan oleh fakta bahwa globalisasi adalah sebuah keniscayaan. Akan tetapi, sangat banyak orang yang mengkhawatirkan dampak globilasasi yang diatur oleh dunia Barat ini.
Bahwa globalisasi adalah fenomena yang tidak akan terelakkan, Islam juga meyakini konsep munculnya Imam Mahdi yang kelak akan memimpin dunia secara global. Dari sisi ini, keniscayaan globalisasi malah mengukuhkan kebenaran ajaran Islam. Di sisi lain, kekhawatiran atas proses globalisasi masa kini yang direkayasa menjadi westernisasi itu sebenarnya bisa dijawab oleh keyakinan Islam tentang kemunculan Imam Mahdi. Makin hari, orang semakin disadarkan oleh kesempurnaan ajaran Islam yang universal, adil, progresif, sekaligus menghormati nilai-nilai kemanusiaan. Ajaran Islam yang hakiki tentunya sangat layak untuk menggantikan berbagai paradigma Barat yang terbukti sarat dengan kekurangan dan keburukan.
Bagi kita yang meyakini kebenaran ajaran Islam, globalisasi bukanlah sesuatu yang harus kita tolak. Fenomena ini sebenarnya bahkan sangat selaras dengan keyakinan kita tersebut. Yang harus kita lakukan adalah ikut memberikan saham dalam perubahan arah globalisasi yang saat ini tengah berlangsung. Caranya adalah dengan melakukan hal-hal yang bisa mempercepat kemunculan pemimpin kita di akhir zaman, yaitu Imam Mahdi a.f .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar