Jumat, 30 Desember 2011

Globalisasi Vs Jatidiri Bangsa

Untuk mengantisipasi era globalisasi di segala bidang selayaknya dimulai melalui upaya pengokohan jatidiri bangsa. Sebenarnya proses pengokohan itu sudah berlangsung puluhan tahun, terutama sejak diproklamasikannya kedaulatan bangsa dan negara tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagai bangsa yang mandiri dan berdaulat, bangsa Indonesia sebenarnya telah memasuki usia yang cukup matang, 66 tahun. Namun jika dibandingkan dengan bangsa lainnya yang sudah berdiri kokoh selama ratusan tahun, bangsa Indonesia memang termasuk relatif muda.
Karena ditempa oleh beragam pengalaman, maka jatidiri bangsa Indonesia menjadi kokoh, hingga diakui dalam kancah pergaulan antar bangsa. Bangsa Indonesia memang telah “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah” dengan bangsa lain yang lebih senior.
Proses pembentukan jatidiri bangsa sebenarnya telah berlangsung ratusan tahun, namun pernyataan kemerdekaan sebagai bangsa yang memiliki jatidiri, memang baru dikumandangkan 66 tahun yang lalu.
Sejak 66 tahun yang lalu itulah bangsa Indonesia berupaya mengokohkan jatidirinya, hingga dalam era globalisasi bisa aktif di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Kontribusi bangsa Indonesia terhadap perdamaian dunia memang bisa dibanggakan
Bagaimanapun yang menjadi penentu utama masa depan suatu bangsa, bukanlah terletak pada pendapatan per kapita, jumlah ekspor, total devisa, atau cadangan sumberdaya alam yang dimiliki, namun ditentukan oleh jatidirinya.
Sejarah dunia membuktikan, banyak bangsa yang besar mengalami disintegrasi, tak lain karena kabur jatidirinya hingga mudah pecah. Sebagai contoh bangsa Uni Soviet, Yugoslavia dan Ceko-Slowakia membubarkan diri menjadi bangsa-bangsa yang lebih kecil, tak lain akibat adanya berbagai perubahan yang ekstrim pada masyarakat.
Berbagai perubahan tersebut terutama dihembuskan oleh adanya globalisasi informasi, di mana nilai-nilai baru merasuki bangsa atau masyarakat tersebut.
Globalisasi selain membawa nilai-nilai positif juga membawa nilai negatif, yang bertolak-belakang dengan kepribadian bangsa. Nah, sudah selayaknya berbagai nilai negatif tersebut tidak begitu saja menerobos masuk dalam kehidupan bangsa.
Sudah semestinya berbagai nilai negatif diupayakan untuk ditolak, serta dijauhkan dari masyarakat. Caranya, tak lain dengan megokohkan jatidiri, termasuk di dalamnya meningkatkan pemahaman terhadap ideologi bangsa.
Selain itu, berbagai informasi yang masuk, umpamanya melalui media massa asing, sudah semestinya lebih dicermati dan dipilah dengan bijak. Informasi yang positif dan membangun, umpamanya menyangkut Iptek memang amat diperlukan, sudah selayaknya informasi yang demikian mendapat tempat serta berupaya untuk diadopsi.
Informasi menyangkut Iptek diharapkan bisa memacu prestasi bangsa kita dibidang tersebut. Setiap generasi selayaknya berupaya menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa menyebabkan degradasi kualitas moral.
Generasi muda diwarnai oleh sifatnya yang masih labil, masih mencari arah, dengan demikian mudah terpengaruh oleh berbagai informasi yang masuk. Jangan sampai semangat kebangsaan kalangan generasi muda menjadi luntur karena berbagai dampak globalisasi.
Bagaimanapun, masa depan bansga dan negara terletak ditangan generasi muda, yang kelak akan mengambil alih estafet kepemimpinan bangsa. Jatidiri sebagai bangsa Indonesia selayaknya melekat kuat pada diri setiap pemuda dan pemudi Indonesia.
Dalam sejarah perjuangan bangsa, generasi muda memberikan andil yang cukup besar, antara lain dengan adanya peristiwa kebangkitan nasional, sumpah pemuda, proklamasi kemerdekaan, hingga pergerakan reformasi.
Jika dibiarkan apa adanya, arus globalisasi dikhawatirkan akan mengikis jatidiri bangsa. Hal itu sudah terbukti pada beberapa bangsa lain. Pengikisan jatidiri menyebabkan terombang-ambingnya kondisi suatu bangsa, untuk itu berbagai faktor pengikis tersebut perlu dihalau sedini mungkin.
Dengan semakin menumbuh-kembangkan semangat kebangsaan, jatidiri bangsa akan semakin kokoh. Semangat kebangsaan memang harus terus menerus disegarkan, dibina serta dikristalkan. Hal itu juga dimaksudkan untuk mengimbangi berbagai perubahan akibat dampak globalisasi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara unsur pendinamis (dinamisator) dan penstabilan (stabilisator) memang amat diperlukan. Globalisasi informasi sebenarnya bisa menjadi pendinamis dan penstabil, dengan catatan terlebih dahulu di arahkan agar sejalan dengan ideologi dan semangat kebangsaan.
Bagaimanapun, kita tak bisa menutup diri dari berbagai pengaruh asing, namun jatidiri bangsa harus tetap diperkokoh, tak lain agar mampu mengantisipasi berbagai situasi dan kondisi. (Atep Afia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar