Jika kita setuju dengan tesis dari Samuel P.Huntington tentang Clash of Civilization, maka yang akan kita hadapi dengan istilah globalisasi adalah interaksi budaya global dengan sekat-sekat yang hampir tidak dapat membendungnya. Huntington menjadikan indentitas budaya dan peradaban sebagai persoalan penting dalam kehidupan manusia yang kini telah mengalami globalisasi. (Samuel P.Huntington dalam H.A.Malik Fajar, 2005: 170). Dalam wacana keindonesian, tesis Huntington ini perlu dicermati mengingat bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan keragaman budaya dan masyarakat yang sangat kaya. Huntington menegaskan bahwa persoalan yang dihadapi adalah terjadinya konflik di sepanjang garis pemisah budaya (culture fault lines) . Dalam kasus Indonesia sering muncul dalam istilah “konflik berbau SARA”.
Setuju atau tidak setuju dengan tesis Huntington, kenyataan menunjukkan bahwa sebahagian tesis tesebut terbukti, dimana konflik-konflik horisontal sering muncul karena adanya diferensiasi budaya, sejarah dan bahkan agama. Khusus yang terakhir, Huntington, menurut Malik Fajar, percaya bahwa agama telah menimbulkan konflik selama berabad-abad . Masalahnya kemudian adalah bahwa arus utama globalisasi terkait sangat erat dengan budaya dan masyarakat. Lalu Apa yang harus dilakukan?
Persoalan real yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana membentuk karakter bangsa (Nation Character Building) yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan tradisional berhadapan dengan pusaran arus globalisasi yang demikian mengancam. Bagaimanapun juga khazanah keragaman budaya dan heterogenitas masyarakat Indonesia, di satu sisi merupakan keistimewaan namun di sisi lain menimbulkan kekhawatiran. Dalam diskursus pendidikan, hal tersebut harus dibahas, dan tidak dapat diabaikan begitu saja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar